PEMANFAATAN
PROTEIN NABATI UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis
sp. )
Arya Ramadhan (H1K012039).Elly kurnia Asih (
H1H013027). Nia Agustin (H1H013025).
Ririn Setiani (H1G013016). Sofi Alfiyah (H1G013026)
ABSTRACT
Protein is an essential component in the manufacture
of fish feed. Protein is needed to generate power and growth of fish. Proteins
can be divided into two, such as animal protein and vegetable protein. When the
utilization of plant materials has started being developed in the manufacture
of fish feed, including soybean meal flour, lamtorogung leaves flour ( Leucaena leucocephala ), fermented
leaves flour of water hyacinth ( Eichornia
crassipes ), Azolla flour, jaloh leaves flour, and palm oil cake. These
materials can be processed as a feed additive manufacture additional crude
fiber in fish feed. Utilization of tilapia fish feed raw materials from the
leaves of plants, especially leaves of lamtorogung constrained with high content
of neutral detergent fiber components (NDF) and acid detergent 39.5% fiber
(ADF) 35.10%. The content of amino acids substitution Azolla flour (15%) and
soybean meal (85%) higher than in the feed are 100% soy flour.
Key word
: protein, ikan nila, tepung azolla, nabati, enceng gondok, lamtorogung
ABSTRAK
Protein
merupakan komponen yang sangat penting dalam pembuatan pakan ikan. Protein
diperlukan untuk menghasilkan tenaga dan pertumbuhan ikan. Protein dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. Saat
pemanfaatan bahan nabati sudah mulai banyak dikembangkan dalam pembuatan pakan
ikan, diantaranya tepung bungkil kedelai,tepung
daun lamtorogung (Leucaena
leucocephala),tepung hasil
fermentasi daun enceng gondok (Eichornia
crassipes),tepung azolla, tepung daun jaloh, dan bungkil kelapa sawit.
Bahan-bahan tersebut dapat diolah sebagai bahan tambahan pembuatan pakan
sebagai tambahan serat kasar pada pakan ikan. Pemanfaatan bahan baku
pakan ikan nila dari daun tumbuhan khususnya daun lamtorogung dibatasi dengan
kandungan yang tinggi dari komponen neutral detergent fiber (NDF) 39,5%
dan acid detergent fiber (ADF) 35,10%. Kandungan asam-asam amino dari
subtitusi tepung azolla (15%) dan tepung kedelai (85%) lebih tinggi dibandingkan
pada pakan yang 100% tepung kedelai.
Kata kunci
: protein, ikan nila, tepung azolla, nabati, enceng gondok, lamtorogung
PENDAHULUAN
Salah satu jenis ikan budidaya yang berkembang pesat
di Indonesia adalah ikan nila (Oreochromis sp.). Produksi perikanan
budidaya mengalami peningkatan terutama ikan nila yaitu sebesar 7.116 ton pada
tahun 2004 menjadi 220.900 ton pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 23,96
%/tahun (DKP 2009). Pada tingkat dunia Indonesia berada pada peringkat empat negara
produsen nila terbesar setelah Cina, Mesir dan Filipina. Usaha untuk
meningkatkan kemampuan ikan mencerna pakan diharapkan akan meningkatkan
pertumbuhan ikan nila.
Selama ini perkembangan pakan ikan komersial umumnya
masih bertumpu pada tepung ikan sebagai sumber protein utama. Penurunan
produksi tepung ikan dan meningkatnya permintaan tepung ikan menyebabkan
terjadinya peningkatan harga tepung ikan secara signifikan. Penggantian tepung
ikan dengan sumber protein nabati sudah berhasil dilakukan diantaranya tepung
bungkil kedelai,tepung daun
lamtorogung (Leucaena leucocephala),tepung hasil fermentasi daun enceng gondok (Eichornia crassipes),tepung azolla,
tepung daun jaloh, dan bungkil kelapa sawit.
Menurut Mujiman (1984) dikatakan
bahwa protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk menghasilkan tenaga
maupun untuk pertumbuhan. Fungsi protein di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Dipakai untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan
untuk membangun jaringan baru (untuk pertumbuhan).
2.
Sebagai sumber energi, atau dapat digunakan sebagai
substrat untuk pembentukan jaringan karbohidrat atau lipid.
3.
Untuk pembentukan hormon, enzim dan zat penting
lainnya seperti antibodi dan hemoglobin.
4.
Mengatur keseimbangan cairan didalam jaringan
dan pembuluh darah.
Pertumbuhan didefiniskan sebagai
pertambahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam satu periode waktu tertentu
(Effendi, 1979) sedangkan menurut Fitriah (2004) pertumbuhan adalah pertambahan
ukuran baik panjang maupun berat. Perumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik,
hormon dan lingkungan.
Aspek fisiologi pencernaan dan pakan
merupakan faktor penting untuk memacu pertumbuhan, karena menurut Wiadnya, et.al
(2000), lambatnya pertumbuhan diduga disebabkan dua faktor utama, yaitu :
a.
Kondisi internal ikan sehubungan dengan kemampuan ikan
dalam mencerna dan memanfaatkan pakan untuk pertambahan bobot tubuh. Benih ikan
nila merupakan ikan yang termasuk hasil perbaikan genetika dari ikan mujair dan
ikan nila, sehingga potensi tumbuhnya lebih baik.
b.
Kondisi eksternal pakan, yang formulasinya belum
mengandung sumber nutrien yang tepat dan lengkap bagi ikan sehingga tidak dapat
memacu pertumbuhan pada tingkat optimal.
ISI
Pada awalnya dalam
klasifikasi ikan nila memiliki genus Tilapia yang akhirnya mengalami perubahan
oleh Dr. Trewavas. Perubahan klasifikasi ini menyebabkan genus Tilapia terbagi
menjadi tiga genus yaitu, genus Oreochromia, genus Sarotherodon dan
genus Tilapia. Penggolongan ini berdasarkan perilaku kepedulian induk
ikan terhadap telur dan anak-anaknya. Adapun klasifikasi lengkap yang telah
dirumuskan oleh Dr. Trewavas (1982) adalah sebagai berikut :
Filum :
Chordata
Sub-filum :
Vertebrata
Kelas :
Osteichtyes
Sub-kelas :
Acanthoptherigii
Ordo :
Percomorphi
Sub-ordo :
Percoidea
Famili :
Cichlidae
Genus :
Oreochromis
Spesies :
Oreochromis niloticus
Ikan nila termasuk kelompok Tilapia yang
memiliki bentuk tubuh memanjang, ramping dan relatif pipih. Ikan nila dapat
hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal.
Ikan nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di
waduk, danau, rawa, sawah, tambak air payau atau di dalam jaring terapung.
Salah satu sifat biologi ikan nila yang penting sehingga ikan ini cocok untuk
dibudidayakan adalah respon yang luas terhadap pakan yakni dapat tumbuh dengan
memanfaatkan pakan alami serta pakan buatan (Khoironi 1996). Menurut Bardach et
al. (1972) dalam Rachmiwati (2008) ikan nila bersifat herbivora,
omnivora dan pemakan plankton. Sifat penting lain dari ikan nila adalah
pertumbuhannya relatif cepat dibandingkan ikan jenis lainnya.
Ikan
nila dikenal sebagai ikan yang relatif tahan terhadap perubahan lingkungan
hidup walaupun hidup di perairan tawar, kelompok ikan Tilapia dapat
bertahan hidup, tumbuh juga bereproduksi pada rentang salinitas yang luas (euryhaline)
dengan kadar salinitas sampai 40 mg/ml (Lim dalam Lovell 1989). Nila
adalah spesies akuakultur yang cukup menarik karena pertumbuhannya cepat,
trofik level feeding-nya rendah sehingga dapat digunakan sebagai filter
feeder, reproduksinya cepat dan mampu menstabilkan kelimpahan fitoplankton
(Turker et al. 2003 dalam Rachmiwati 2008).
Pakan
merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tampilan
produktifitas ikan Nila. Sumber protein nabati pada pakan ikan Nila yang banyak
digunakan adalah tepung kedelai dimana tepung kedelai harganya relative mahal,
sehingga perlu adanya bahan alternatif sebagai substitusi tepung kedelai yang
dapat menekan biaya produksi khususnya pakan yang akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan dan produksi ikan Nila.
Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari
asam amino essensial dan non essensial. Protein adalah nutrien yang sangat
dibutuhkan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pemeliharaan protein
tubuh, penambahan protein tubuh untuk pertumbuhan, materi untuk pembentukan
enzim dan beberapa jenis hormon dan juga sebagai sumber energi (NRC 1993).
Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya ukuran
ikan, temperatur air, kadar pemberian pakan, kandungan energi dalam pakan yang
dapat dicerna dan kualitas protein (Furuichi 1988).
Kebutuhan protein ikan berbeda-beda menurut
spesiesnya, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 30-40% dalam
pakannya (Jobling 1994). Ikan air tawar umumnya dapat tumbuh baik dengan
pemberian pakan yang mengandung kadar protein 25-35% dengan rasio energi
berbanding protein adalah sekitar 8 kkal/gram protein. Tinggi rendahnya
kandungan protein optimum dalam pakan dipengaruhi oleh kandungan energi non
protein yaitu yang berasal dari karbohidrat dan lemak.
Protein dalam pakan nabati dapat
diperoleh dari berbagai tumbuhan yang dapat diolah dan menjadi campuran dalam pakan
ikan, diantaranya tepung bungkil kedelai,tepung
daun lamtorogung (Leucaena leucocephala),tepung hasil fermentasi daun enceng gondok (Eichornia crassipes),tepung azolla,
tepung daun jaloh, dan bungkil kelapa sawit.
Tepung
Bungkil Kedelai
Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber utama
protein nabati dan minyak nabati yang paling baik serta sebagai sumber lemak,
vitamin, mineral dan serat. Kandungan protein berkisar 30-40%, karbohidrat
34,8%, lemak 18,1% dan masih mengandung zat gizi yang lain sehingga mempunyai
potensi yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ikan, khususnya
kebutuhan protein. Selain itu kedelai merupakan sumber protein nabati yang
efisien, dalam arti bahwa untuk memperoleh jumlah protein yang cukup diperlukan
kedelai dalam jumlah yang kecil.
Dengan jumlah kandungan nutrisi yang dimiliki oleh
kedelai cukup baik, terutama bagi ternak dan adanya teknologi pengolahan
untuk mengolah limbah yang dihasilkan dari kedelai tersebut yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak maka pemanfaatan limbah kedelai untuk
dijadikan bungkil menjadi alternatif yang baik dengan mengingat kandungan
nutrisi yang dimilikinya. Faktor lain seperti memiliki kandungan phosfor lebih
rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata 0,63%, seperti
biji kedelai tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih tinggi
dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya, kandungan niacin tidak tinggi,
kandungan thiamin bungkil kedelai sama dengan butiran lainnya dapat menjadi
alas an untuk proses pembuatan bungkil kedelai sebagai pakan ternak.
Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak
kedelai, mempunyai kandungan protein ± 42,7% dengan kandungan energi
metabolisme sekitar 2240 Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%,
tetapi kandungan methionin rendah. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum ayam
dianjurkan tidak melebihi 40%. Walaupun dalam penggunaannya sangat dominan,
akan tetapi memiliki zat anti nutrisi yang ada pada Kacang kedelai mentah
mengandung beberapa trypsin, yang tidak tahan terhadap panas, oleh karena itu
sebaiknya kacang kedelai diolah lebih dahulu.
Bungkil kedelai mempunyai sumber protein yang cukup
tinggi terutama untuk protein kasarnya, sehingga kurang baik jika diberikan
terlalu banyak. Kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin.
Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil
kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah
dalam penyusunan ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh
cara pengolahan. Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin.
Tepung Daun Lamtorogung
Wisadirana (1982) menyatakan bahwa lamtorogung adalah
tumbuhan leguminosa tropis, berasal dari Amerika Tengah. Disebarkan oleh
orang-orang Mayan dan Zapotec ke seluruh Amerika Tengah. Klasifikasi Leucaena
leucocephala menurut Brewbaker dan Hylin (1965) adalah, salah satu spesies
dari genus Leucaena yang termasuk sub Famili Mimosoideae, Famili
Leguminoseae, sub Ordo Rosicae, Ordo Rosales, sub Klas Dycotyledoea, Klas
Angiospermopsidae, sub Divisio Spermatophyta, Divisio Traceophyta dan sub
Kingdom Embryobionta. Lamtorogung (Leucaena) terdiri atas 53 spesies
Komposisi
asam amino daun lamtorogung hampir seimbang dengan tepung ikan kecuali
kandungan lysin dan methionin yang lebih rendah. Apabila dibandingkan dengan
bungkil kedelai kandungan asam amino daun lamtoro cukup seimbang, hanya berbeda
pada kandungan asam glutamat. Pemanfaatan bahan baku pakan ikan nila dari daun
tumbuhan khususnya daun lamtorogung dibatasi dengan kandungan yang tinggi dari
komponen neutral detergent fiber (NDF) 39,5% dan acid detergent fiber
(ADF) 35,10% (Garcia et al. 1996).
Protein
dihidrolisis menjadi asam amino bebas dan peptida-peptida pendek, karbohidrat
dipecah menjadi gula-gula sederhana dan lemak menjadi asam-asam lemak dan
gliserol. Proses-proses di atas dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan (Tillman et
al. 1991).
Kecernaan
(digestibility) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (1) jenis pakan yang
dimakan dan kadar kepekaan pakan terhadap pengaruh enzim pencernaan, (2)
aktivitas enzim-enzim pencernaan, (3) lama waktu pakan yang dimakan terkena
aksi enzim pencernaan. Kemampuan cerna ikan terhadap bahan baku pakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat kimia air, suhu air, jenis pakan,
ukuran, umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi pemberian pakan, sifat
fisika dan kimia pakan serta jumlah dan macam enzim pencernaan yang terdapat di
dalam saluran pencernaan ikan (NRC 1993).
Pemanfaatan
bahan baku pakan ikan nila dari daun tumbuhan khususnya daun lamtorogung
dibatasi dengan kandungan yang tinggi dari komponen neutral detergent fiber (NDF)
39,5% dan acid detergent fiber (ADF) 35,10% (Garcia et al. 1996).
Serat kasar merupakan komponen karbohidrat yang kaya akan lignin dan selulosa
yang bersifat sukar dicerna. Selulosa merupakan kerangka sel tanaman yang
terdiri dari rantai -D-Glukosa dengan derajat polimerasi sebesar lebih kurang
14.000 (Baskoro 1996). Degradasi polisakarida yang terdapat pada dinding sel
tanaman yang merupakan bagian terbesar komponen serat kasar bervariasi
bergantung kepada jaringan tanaman, jenis tanaman dan umur tanaman (Amin 1997).
Salah satu usaha untuk mengatasi kecernaan serat yang rendah adalah penggunaan
enzim eksogen untuk menghidrolisis serat.
Eceng gondok (Eichornia
crassipes)
Eceng
gondok (Eichornia crassipes) adalah jenis tumbuhan air yang umumnya dianggap
sebagai gulma. Sebagai gulma, Eceng gondok mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
cepat berkembang biak, dan mampu bersaing dengan kuat, sehingga dalam waktu
yang singkat akan melimpah dan memenuhi perairan. Melimpahnya eceng gondok dapat
menghambat suplai oksigen ke dasar dan menghalangi penetrasi cahaya matahari
yang sangat diperlukan bagi kehidupan.
Usaha untuk membasmi maupun menekan pertumbuhan
eceng gondok telah dilakukan dan menelan biaya yang cukup tinggi, tapi belum
dapat memberikan hasil yang memuaskan. Pengendalian sekaligus pemanfaatan gulma
air yang telah dilakukan antara lain untuk kompos, penjernih air, biogas,
kertas, media pertumbuhan jamur merang dan sebagai pakan unggas. Eceng gondok (Eichornia
crassipes) dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan yang bersifat herbivora atau
omnivora. Salah satu jenis ikan yang bersifat omnivora dan memiliki nilai
ekonomis penting adalah ikan nila merah (Oreochromis Sp.).
Keberhasilan budidaya ikan nila merah
(Oreochromis sp) tidak terlepas dari pemberian pakan yang baik, yaitu
pakan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan ikan nila merah (Oreochromis
sp) dalam jumlah yang mencukupi dan seimbang dengan kebutuhan pertumbuhan
serta mudah dicerna. Eceng gondok sebagai suatu bahan pakan yang mengandung
unsur serat kasar relatif tinggi sebesar 16,79% bisa ditingkatkan nilai gizi
atau kecernakannya dengan cara difermentasi. Buckel, et al., (1987),
menyatakan bahwa penambahan ragi dalam bahan pakan untuk fermentasi, menyebabkan
perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pakan dari segi mutu, baik
dari aspek gizi maupun daya cernanya.
Tepung hasil fermentasi eceng gondok
sebagai sumber protein nabati mempunyai komposisi yang cukup baik sebagaimana
protein yang terkandung dalam tepung bungkil kedelai. Kandungan protein tepung
hasil fermentasi eceng gondok pada penelitian ini sebesar 31,06%, sedangkan
untuk kadar bahan kering 89,24%, abu 8,21%, lemak 1,97% dan karbohidrat 58,76%.
Menurut Winarno (1984) pakan yang
mempunyai komposisi asam amino mirip dengan komposisi asam amino ikan akan
memberikan laju pertumbuhan yang baik. Kekurangan salah satu asam amino
esensial dapat mengganggu proses pertumbuhan ikan. Tepung eceng gondok
mengandung asam amino yang cukup lengkap salah satu asam amino esensial yaitu
Triptophan. Akan tetapi dengan perlakuan fermentasi kebutuhan asam amino
esensial ini akan terpenuhi, karena komposisi asam amino protein sel tunggal salah
satunya adalah Triptophan. Bila dua jenis protein masing-masing memiliki
kekurangan jenis asam amino esensial berbeda, dikonsumsi bersama-sama maka
kekurangan asam amino dari satu protein dapat ditutupi oleh asam amino sejenis
yang terdapat pada protein lainnya. Sedangkan menurut Hariyum (1986) fermentasi
akan meningkatkan kandungan protein dengan memproduksi sel tunggal.
Di lain pihak kandungan lemak tepung hasil
fermentasi eceng gondok relatif tinggi, sehingga energi metabolis yang
dihasilkan juga meningkat. Ganong (1992) menyatakan bahwa jumlah energi yang dikonsumsi
dalam bentuk makanan melebihi jumlah energi yang dibutuhkan, serta makanan
tersebut dapat dicerna dan diserap dengan baik maka kelebihan energi tersebut
akan disimpan dalam tubuh akibatnya berat badan akan meningkat.
Tepung Azolla
Ada beberapa alternatif bahan pakan yang dapat
dimanfaatkan dalam penyusunan pada salah satunya adalah tepung Azolla. Tanaman
Azolla potensial digunakan sebagai pakan karena banyak terdapat di perairan
tenang seperti danau, kolam, rawa dan persawahan. Pertumbuhan Azolla dalam
waktu 3 – 4 hari dapat memperbanyak diri menjadi dua kali lipat dari berat
segar (Haetami dan Sastrawibawa, 2005).
Tanaman Azolla memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi 28,12% berat kering (Handajani, 2000), sedangkan Lumpkin dan Plucknet
(1982) menyatakan kandungan protein pada Azolla sp sebesar 23,42% berat kering
dengan komposisi asam amino esensial yang lengkap. Kandungan protein yang
tinggi dari tanaman Azolla belum dapat menggambarkan secara pasti nilai gizi
yang sebenarnya. Nilai gizi pakan tergantung pada jumlah ketersediaan zat-zat
makanan yang digunakan ikan, yang ditunjukkan dari bagian yang hilang setelah
pencernaan, penyerapan,
dan
metabolisme. Cara mengukur ketersediaan zat-zat makanan bagi tubuh ikan adalah
melalui penentuan kecernaan.
Hasil penelitian di atas menunjukkan adanya
perbedaan pada substitusi tepung azolla terhadap tepung kedelai, hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan tepung azolla dapat digunakan sebagai substitusi
tepung kedelai sebesar 15%. Hasil subtitusi tepung Azolla sebesar 15% dengan
tepung kedelai 85%, menghasilkan pertumbuhan mutlak lebih tinggi (0,81)
dibandingkan dengan pakan yang mengandung tepung kedelai 100% (0,57). Hal ini
disebabkan oleh kandungan asam-asam amino dari subtitusi tepung azolla (15%)
dan tepung kedelai (85%) lebih tinggi dibandingkan pada pakan yang 100% tepung
kedelai. Sehingga apabila pakan yang diberikan mempunyai nilai nutrisi yang
baik, maka dapat mempercepat laju pertumbuhan, karena zat tersebut akan
dipergunakan untuk menghasilkan energi mengganti sel-sel tubuh yang rusak.
Zat-zat nutrisi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral (Mudjiman, 2000).
Perlakuan yang memberikan laju pertumbuhan mutlak
tertinggi dicapai pada pakan dengan tingkat substitusi 15% memiliki rata-rata
pertumbuhan mutlak sebesar 0,81, kemudian pakan dengan tingkat substitusi 0%
memiliki rata-rata pertumbuhan mutlak sebesar 0,57, selanjutnya pakan dengan
tingkat substitusi 30% memiliki rata-rata pertumbuhan mutlak sebesar 0,55,
kemudian pakan dengan tingkat substitusi 45% memiliki ratarata pertumbuhan
mutlak sebesar 0,44. Sehingga syarat utama yang harus diperhatikan dalam
pembuatan pakan ikan antara lain: kandungan nutrisi suatu bahan pakan harus
cukup sesuai dengan kebutuhan ikan, disukai oleh ikan, mudah dicerna dan jika
dilihat dari nilai ekonominya pakan yang dihasilkan dari pemanfaatan tepung
azolla mempunyai harga yang relatif lebih murah jika dibanding dengan
penggunaan tepung kedelai, sehingga dengan pemanfaatan tepung azolla dapat
menekan biaya produksi pakan.
Tingkat efisiensi penggunaan pakan pada ikan nila
gift (Oreochiomis sp.) ditentukan oleh pertumbuhan dan jumlah pakan yang
diberikan. Keefisienan penggunaan pakan menunjukkan nilai pakan yang dapat
merubah menjadi pertambahan pada berat badan ikan. Efisiensi pakan dapat
dilihat dari beberapa faktor dimana salah satunya adalah rasio konversi pakan.
Nilai rasio konversi pakan pada penelitian ini berdasarkan perhitungan
statistik menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung azolla sebagai bahan substitusi
protein tepung kedelai dalam ransum berpengaruh nyata terhadap rasio konversi
pakan. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan dan nilai kualitas dan kuantitas
pakan yang diberikan, selanjutnya juga dipengaruhi oleh adanya tingkat konversi
pakan dengan bertambahnya berat badan ikan sehingga semakin tinggi berat badan
ikan maka semakin tinggi pula konversi pakan yang dimanfaatkan.
Nilai
daya cerna portein merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui efesiensi
pakan yang diberikan pada ikan. Pada Gambar 6.3 dapat dilihat perlakuan P0 (0%
tepung azolla) daya cernanya 77,50%, kemudian diikuti perlakuan P1 (15% tepung
azolla) daya cernanya 67,68%, P2 (30% tepung azolla) daya cernanya 62,19% dan
P3 (45% tepung azolla) daya cernanya 55,51%. Hal ini disebabkan oleh protein
dalam pakan telah dipecah menjadi asam-asam amino yang lebih mudah diserap oleh
ikan dan kebutuhan nutriennya sudah terpenuhi. Indek asam amino esensial
maisngmasing pakan telah memenuhi jumlah optimal asam amino esensial yang
dibutuhkan ikan nila, sehingga penambahan tepung azolla pada pakan layak
digunakan.
Tepung Daun Jaloh
Jaloh
(Salix tertrasperma) merupakan tumbuhan subtropis daerah Asia, terutama
India dan Cina. Penyebaran tanaman ini ke Indonesia adalah melalui Semenanjung
Malaysia. Tanaman jaloh tumbuh pada daerah rawa-rawa atau pada daerah yang
banyak mengandung air. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan pada rawa-rawa
yang ditumbuhi tanaman jaloh ini merupakan tempat yang disenangi oleh ikan air
tawar, diduga bahwa daun jaloh yang jatuh ke dalam air memiliki efek yang baik
terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan (Sugito et al., 2007).
Pada
tanaman jaloh terdapat beberapa senyawa yang dapat meningkatkan fungsi imun
tubuh, selain itu tumbuhan tersebut mengandung senyawa yang memiliki anti
inflamasi dan anti bakteri (Hussain et al., 2011). Menurut laporan Kemp et
al. (2001) rata-rata kandungan protein beberapa jenis tanaman Salix mencapai
14%. Hasil penelitian Sugito et al. (2007) melaporkan bahwa tanaman
jaloh dapat menjadi bahan baku pakan untuk menurunkan cekaman panas pada ayam
broiler.
Menurut
Sugito et al. (2009), ekstrak pada batang jaloh mampu bertindak sebagai
anti stres pada ayam, sedangkan pada ikan nila penambahan tepung daun jaloh
5-10% dalam pakan memberikan hasil terbaik dari segi pertumbuhan mutlak,
pertumbuhan harian dan kelangsungan hidup.
Ikan
nila yang dipelihara pada suhu normal ( 290C) dan ikan nila yang dipelihara
pada suhu di atas normal (350C) sama - sama mempengaruhi laju pertumbuhan
relatif ikan nila, namun demikian, kami menemukan bahwa laju pertumbuhan ikan
nila relatif lebih tinggi bila diberikan pakan komersil + daun jaloh dan
kromium dengan suhu pemeliharaan diatas normal.
Tepung Bungkil Kelapa Sawit
Bahan penyusun pakan alternatif dibutuhkan misalnya
dari tepung bungkil inti sawit (BIS) yang dapat menggantikan fungsi tepung
kedelai. Bungkil inti sawit dihasilkan dari industri minyak sawit dimana
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit dunia. Penggunaan
BIS dalam pakan ikan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu serat kasar yang
mengandung makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, kandungan protein yang
rendah dan kandungan lemak yang sangat tinggi. Penggunaan BIS lebih dari 8 %
dalam pakan ikan mempengaruhi pertumbuhan dan parameter kualitas pakan.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim rumen dan
fermentasi dengan kapang terhadap kandungan nutrisi BIS dan mengetahui tingkat
kecernaan BIS sebagai bahan pakan untuk pertumbuhan nila. Penambahan enzim pada
bahan pakan diharapkan dapat menurunkan kadar serat kasar. Enzim pendegradasi
serat kasar yang mudah didapat adalah enzim rumen domba (Ovis aries). Serta
fermentasi oleh beberapa jenis kapang: Rhizopus oligosporus, Aspergillus niger,
Trichoderma reesei dan Rhizopus oryzae diharapkan dapat meningkatkan kandungan
protein dan menurunkan lemak pada pakan nila.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh
penggunaan BIS yang ditambah cairan rumen maupun yang difermentasi dengan
kapang terhadap kecernaan total. Kecernaan total tertinggi terdapat pada
perlakuan F, yaitu dengan perlakuan penambahan cairan enzim rumen dan
fermentasi kapang Trichoderma reesei. Trichoderma reesei mampu mendegradasi
manan dalam BIS dengan meningkatnya nilai energi metabolisme sejati dan total
gula terlarut karena adanya perubahan polisakarida (manan) menjadi bentuk yang
lebih sederhana (oligosakarida) menjadi mannosatriosa, mannobiosa dan mannose.
Penambahan T. reesei dapat meningkatkan kandungan protein pada BIS dari 16,5%
menjadi 24,31%.
KESIMPULAN
1. Protein
dalam pakan ikan sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk
menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan.
2. Protein
dalam pakan nabati dapat diperoleh dari berbagai tumbuhan yang dapat diolah dan
menjadi campuran dalam pakan ikan, diantaranya tepung bungkil
kedelai,tepung daun lamtorogung (Leucaena leucocephala),tepung hasil fermentasi daun enceng gondok (Eichornia crassipes),tepung azolla,
tepung daun jaloh, dan bungkil kelapa sawit.
3. Pemanfaatan
bahan baku pakan ikan nila dari daun tumbuhan khususnya daun lamtorogung
dibatasi dengan kandungan yang tinggi dari komponen neutral detergent fiber (NDF)
39,5% dan acid detergent fiber (ADF) 35,10% (Garcia et al. 1996).
4. Eceng
gondok sebagai suatu bahan pakan yang mengandung unsur serat kasar relatif
tinggi sebesar 16,79% bisa ditingkatkan nilai gizi atau kecernakannya dengan
cara difermentasi.
5. Kandungan
asam-asam amino dari subtitusi tepung azolla (15%) dan tepung kedelai (85%)
lebih tinggi dibandingkan pada pakan yang 100% tepung kedelai.
6. Penambahan
tepung daun jaloh 5-10% pada ikan nila dalam pakan memberikan hasil terbaik
dari segi pertumbuhan mutlak, pertumbuhan harian dan kelangsungan hidup.
7. Penggunaan
bungkil inti sawit (BIS) dalam pakan ikan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu
serat kasar yang mengandung makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh,
kandungan protein yang rendah dan kandungan lemak yang sangat tinggi.
Penggunaan bungkil inti sawit (BIS) lebih dari 8 % dalam pakan ikan
mempengaruhi pertumbuhan dan parameter kualitas pakan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Arya Ramadhan ( H1K012039 / Ilmu
Kelautan ) :
APLIKASI BUNGKIL INTI SAWIT MELALUI PEMBERIAN ENZIM RUMEN DAN FERMENTASI
SEBAGAI BAHAN PAKAN IKAN NILA BEST (Oreochromis niloticus)
Elly Kurnia Asih
( H1H013025 / Budidaya Perairan ) :
EFEK KROMIUM (Cr+3) DENGAN TEPUNG DAUN JALOH TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN
RELATIF DAN KADAR PROKSIMAT KARBOHIDRAT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
YANG MENGALAMI STRES PANAS
Nia
Agustin ( H1H013025 / Budidaya Perairan ) :
KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA ( Oreochromis
niloticus ) YANG DIBERI BERBAGAI
DOSIS ENZIM CAIRAN RUMEN PADA PAKAN BERBASIS DAUN LAMTOROGUNG ( Leucaena
leucocephala )
Ririn Setiani (
H1G013016 / Manajemen Sumberdaya Perairan ) :
PEMANFAATAN TEPUNG AZOLLA SEBAGAI PENYUSUN PAKAN IKAN TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN DAYA CERNA IKAN NILA GIFT (Oreochromis sp)
Sofi Alfiyah (
H1G013026 / Manajemen Sumberdaya Perairan ) :
PEMANFAATAN TEPUNG HASIL FERMENTASI ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)
SEBAGAI CAMPURAN PAKAN IKAN UNTUK MENINGKATAN BERAT BADAN DAN DAYA CERNA
PROTEIN IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp)